Rabu, 05 Desember 2012

Awal-awal yang tak disangka



Well, bila saya mengatakan ilmu agama saya masih sedikit, maka tak akan ada orang yang percaya. Bukan karena saya sering berbohong sehingga pernyataan yang keluar dari mulut sayapun langsung ditepis oleh kebanyakan orang di sekitar. Bukan pula karena saya selalu melakukan kebaikan sehingga mereka tidak percaya kalau ilmu agama saya masih dangkal.

Itu hanya karena pakaian yang saya kenakan. Ya, hanya dengan stelan yang selalu memakai rok dan ditambah dengan jilbab yang saya panjangkan menutupi dada, saya seolah diberi kedudukan yang tinggi di mata teman-teman. Sungguh takaran keimanan seseorang itu hanya Allah lah yang tau. Terkadang saya termenung bila ada orang dengan pakaian yang biasa saja, tidak memakai rok, dan jilbab bahkan hanya menutupi rambut malah membahas masalah agama lebih mendalam dari saya. Rasanya sangat malu dengan keadaan tersebut.

Iya, saya memang ikut mentoring agama islam di kampus yang lebih akrab disebut sebagai liqo. Tapi saya hanya menghadiri pertemuan itu tanpa tau tujuan mengapa saya harus ikut. Namun, karena alasan yang tidak bisa saya ceritakan, akhirnya saya keluar setelah beberapa lama mengikuti kegiatan rutin tersebut. Awalnya, hidup saya menjadi lebih senggang karena satu agenda sudah terhapuskan dari daftar kegiatan saya. Namun, semakin lama, rasanya hari-hari saya semakin hampa hingga sampailah saya pada saat yang sangat mengguncangkan keimanan.

Saat itu tahun 3, saya mulai menggunakan celana panjang lagi-kali ini lebih sering. Biasanya saya hanya memakai  celana panjang saat pulang kampung karena takut kesusahan ketika naik turun bus. Tapi, akhir-akhir ini saya mulai mengenakannya lebih dari hanya untuk pulang kampung. Saya memakainya di rumah saat menjaga warnet, bahkan saat lebaran pun saya entah kenapa dengan PD nya memakai celana yang akrab disebut "celana pensil" tersebut. Bayangkan saja, celananya lumayan ngepas. Dulu, kalau saya memakai celana panjang, maka saya akan memakai baju yang panjangnya selutut. Sekarang, saya mulai memakai baju walo baju itu cuma menutupi 10 cm dibawah pinggang.

Hal itu didukung juga dengan latar keluarga saya yang tidak terlalu punya "basic" keislaman yang baik. Buktinya saat ibu tau saya menggunakan jilbab 2 lampis, beliau sempat mempertanyakan. Lama sekali saya beradaptasi dengan kondisi tersebut. Ibu sebenarnya tidak salah, beliau hanya mengakhawatirkan saya. Banyak isu miring dimasyarakat mengenai kehadiran aliran-aliran islam yang sesat. Semoga kita semua dijauhi dari hal yang menjauhkan diri dari Allah.

Nah, sampai suatu saat, saya malah ikut situs chattingan yang sebenarnya sudah lama saya tinggalkan. Entah kenapa saya kembali lagi untuk bertahan online di situs tersebut. Padahal rata-rata di rum tersebut orang-orangnya menggunakan kata-kata kotor. Tapi ada juga sih yang baik. Awalnya saya hanya "parkir" saja, atau istilah lainnya cuma masuk room chat dan kemudian diam. Kalau ada yang mengajak chatting, baru saya akan menjawab.

Beberapa bulan berlalu, saya masih tetap chatting. Awalnya saya mulai berfikir, bukankah ini yang saya takutkan? Bukankah saya tidak mau ketergantungan lagi pada dunia maya? Bukankah ketergantungan ini yang saya berusaha hindari beberapa tahun ini? Tapi mengapa saya tetap online dengan alasan yang saya tidak ketahui?

Banyak orang yang bertanya, apa tujuan kamu online di mig? Nahya, saya bingung menjawab gimana. Hanya 1 kalimat yang saya sebutkan untuk menepis semua pertanyaan-pertanyaan tersebut, "Setiap orang punya alasan tersendiri untuk ikut chatting". Dan dalam hati saya bilang, alasan saya chatting adalah untuk tidak merasa sepi kalau sedang berada di kos sendirian. Namun, jauh dari lubuk hati saya, saya tau, saya melakukan ini dengan tanpa alasan. Ya, saya tidak punya alasan untuk chatting. 

Sampai suatu saat saya menemukan kembali sahabat-sahabat yang lama tidak online beserta sahabat lama yang baru saya kenal kembali. 

Dari sanalah semua ini bermula. Awalnya saya pikir para chatter adalah sekumpulan orang dengan kualitas agama yang bisa dibilang tidak terlalu tinggi. Namun, saya langsung terpukul mundur dan terdiam beberapa lama ketika mereka membahas tentang masalah-masalah islam yang saya sendiri pernah dengar tapi tidak mengetahui secara pasti. Mulai dari pembicaraan organisasi islam, manhaj, dll. Saya hanya diam, membiarkan semua orang berkomentar. Sekali pembicaraan, hanya membuat saya tersudut. Selanjutnya, kembali seperti biasa lagi. Tapi, seolah tak mau menyerah, mereka membahas hal itu lagi sehingga saya tersudut untuk kali berikutnya. Lama-lama, saya merasa tidak ada artinya. Merasa paling bodoh diantara semuanya. Sampai suatu saat Azam menyuruh saya untuk membuka sebuah situs di web, Radio Rodja. 

Pertama situsnya terbuka, langsung terdengar lantunan alquran yang merdu. Hal itu membuat saya tertegun untuk kesekian kalinya. Saya lihat-lihat situsnya lebih jauh, ternyata mereka menyediakan gadget yang bisa di download agar  bisa mendengarkan radio online tanpa harus membuka web. Saya sangat senang bisa membuat kegiatan online ini lebih bermanfaat dari pada hanya mantengin situs tidak jelas.

Beberapa hari mendengarkan radio, banyak hal yang saya tangkap. Mulai dari aturan-aturan keislaman dalam kehidupan, mendapat cerita-cerita penting yang dikemas menarik mengenai keislaman, sampai tanya jawab tentang koreksi ibadah dalam kehidupan sehari-hari. Ditambah dengan sahabat saya, Mimi ,yang entah kenapa akhir-akhir ini menginspirasi saya dalam hal ibadah sehingga dengan kehadiran mereka semua  saya mulai shalat dengan teratur, mengerjakan shalat sunnah yang sudah lama saya tinggalkan, dan mulai membaca tuntunan hidup yang sudah sangat jarang sekali saya sentuh akhir-akhir ini. Mulai saat itu, hidup terasa lebih berwarna. Saya perbaiki semuanya sedikit demi sedikit. Dan entah kenapa, saya memberanikan diri meminta teman saya untuk sharing pengetahuan keislaman pada saya. Sebenarnya saya sangat malu, malu pada diri sendiri. Sudah hampir 22 tahun dan pengetahuan keislaman saya sangat dangkal. Astagfirullaah. Dengan segala kerendahan hati, saya meminta dan alhamdulillah teman saya menyanggupi. Semoga walaupun sudah sangat terlambat, tapi saya yakin ini lebih baik dari pada tidak berubah sama sekali.

Lima Desember adalah hari pertama kita sharing setelah sebelumnya saya banyak tanya tentang Salafi dan lain lain. Salafi awalnya saya kira aliran-aliran islam. Setelah tanya temen kampus, komentarnya langsung bilang kalo salafi "terlalu ketat". Lah saya saja tidak tau salafi itu sendiri sebenarnya apa. Akhirnya saya mendapat penjelasan sedikit yang memberi ketenangan hati.

Salaf artinya generasi terdahulu, bukan aliran. Sedangkan NU atau muhammadiyah adalah organisasi. Beda.
Salaf = terdahulu
Salafi = penisbatan terhadap ulama salaf. Penisbatan itu semacam menggunakan pemahaman ulama salaf dalam memahami quran dan hadis.
Ada 4 imam, semuanya ulama salaf ; syafi'i, ahmad, hambali, malik
Generasi salaf adalah generasi para sahabat, setelahnya, dan setelahnya. Mulai dari abad 1, 2, 3 hijriyah. Dan keempat imam itu hidup dalam rentang 2-4 hijriyah
Nah, kalau mengaku bukan salafi, tapi kita menggunakan pemahan ulama tersebut dalam mengikuti quran dan hadist, sejatinya kamu menganut manhaj (ideologi/ pemahaman) salafi dan menjadi seorang salafi juga.
Karena kita tidak boleh menggunakan pemahaman sendiri dalam menafsirkan quran dan hadist, apalagi hanya memperkuat argumen tanpa pemahaman ulama.
Kalo masih menganggap salafi ketat, coba baca bagaimana sikap sahabat rosul, lalu kamu akan menyadari bukan keketatan yang ada, melainkan keteguhan. Karena akan rentan seseorang itu tersesat ato mengikuti nafsu ketika sedang tidak dikontrol.
Emank kamu pikir, kita bisa menyaingi pemahaman generasi terbaik yang diciptakan Allah yang hidup di jaman dekat dengan Rasulullah?
Mulai saat ini saya yakin dan semakin ingin mendalami agama. Semoga ini adalah awal yang baik bagi saya. Intinya, kita hidup di bumi ini dengan berpedoman pada qur'an dan hadist. Dan salafi adalah sebuah pemahaman ulama yang hidup di jaman yang dekat dengan Rasulullah sehingga mereka lebih banyak tahu dari pada kita yang sudah berabad-abad setelahnya.

Allaahuakbar.

0 komentar:

Posting Komentar